Sinopis:
Suatu hari ayah bawang putih jatuh sakit dan kemudian
meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan
semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah
beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air
mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi
makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia
masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya.
Namun bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia
berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya
sendiri.
Cerita:
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama bawang merah. Semenjak ibu bawang putih meninggal, ibu bawang merah sering berkunjung ke rumah bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani bawang putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu bawang merah, supaya bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah bawang putih menikah dengan
ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada
bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka
kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah bawang putih
sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah,
sementara bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah bawang
putih tidak mengetahuinya, karena bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak
saat itu bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap bawang
putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun
sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi bawang merah dan
ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci
baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah,
dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun bawang putih selalu melakukan
pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan
mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti
biasa bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai.
Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang
biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci
semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, bawang putih tidak
menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju
yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju
ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai
untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia
kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar
ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari
baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya.
Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri
sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun bawang
putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti
diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju
ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke
barat, bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan
kerbaunya. Maka bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman
melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan
membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya
cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu. “Baiklah paman,
terima kasih!” kata bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari
sudah mulai gelap, bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi
malam akan tiba. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari
sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan
mengetuknya. “Permisi…!” kata bawang putih. Seorang perempuan tua membuka
pintu. “Siapa kamu nak?” tanya nenek itu. “Saya bawang putih nek. Tadi saya
sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya
tinggal disini malam ini?” tanya bawang putih. “Boleh nak. Apakah baju yang kau
cari berwarna merah?” tanya nenek. “Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya bawang
putih. “Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku
menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau
harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol
dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek. Bawang putih berpikir sejenak. Nenek
itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan
menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata bawang
putih dengan tersenyum.
Selama seminggu bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih. “Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya
sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah
terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi
emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan
memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan
serakah langsung merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih
untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih
pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk
melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya.
Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut.
Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama
seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang
merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak
pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah
seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya
nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya
bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari
dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar
dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira
memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta
bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak
sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang
keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular,
kalajengking, dan lain-lain. Mereka berdua lari ketakutan. Baik ibu tiri maupun
bawang merah akhirnya menyadari sifat buruk dan ketamakan mereka. Mereka
menyesali bahwa selama ini telah berbuat buruk kepada bawang putih dan memohon
maaf pada bawang putih. Bawang putih yang baik hati pun memaafkan mereka
berdua.
Amanat:
Apa yang kita perbuat, itulah yang akan kita dapat.
Jangan berperilaku jahat kepada orang lain, jika tidak ingin kena imbasnya.
Maka dari itu, teruslah berperilaku baik, sopan dan santun kepada semua orang. :)
0 komentar:
Posting Komentar