Timun Mas


Sinopsis:
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. ‘Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku sudah tidak tahan untuk menyantapnya’, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni menjawab, ‘Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap’. Raksasa tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar. ‘Mana anak itu? Mana timun emas?’, teriak si raksasa. Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat sembunyinya. ‘Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau bisa!!!’, teriak timun emas.


Cerita:                                                                                        
Di suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar bisa membantunya bekerja.

Pada suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar sekali. “Hei, mau kemana kamu?”, tanya si Raksasa. “Aku hanya mau mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku lewat”, jawab mbok Sarni. “Hahahaha.... kamu boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak manusia untuk aku santap”, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni menjawab, “Tetapi aku tidak mempunyai anak”.

       Setelah mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya anak, maka si Raksasa memberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata, “Wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu padaku setelah usianya enam tahun”.

        Setelah dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.

       Semakin hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira sekali karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai dengan cepat karena bantuan timun emas.

        Akhirnya pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni sangat ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas. Kemudian mbok Sarni berkata, “Wahai raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin dewasa anak ini, maka semakin enak untuk di santap”. Si Raksasa pun setuju dan meninggalkan rumah mbok Sarni.

        Waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni mencari akal bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa. Hati mbok Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas menemui petapa di Gunung.

       Pagi harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu. Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi. “Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau kamu dikejar oleh raksasa itu”, perintah petapa. Kemudian timun emas pulang ke rumah, dan langsung menyimpan bungkusan dari sang petapa.

        Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. “Wahai wanita tua, mana anak itu? Aku sudah tidak tahan untuk menyantapnya”, teriak si Raksasa. Kemudian mbok Sarni menjawab, “Janganlah kau ambil anakku ini wahai raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu santap”. Raksasa tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan akhirnya marah besar. “Mana anak itu? Mana timun emas?”, teriak si raksasa. Karena tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar dari tempat sembunyinya. “Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau bisa!!!”, teriak timun emas. Raksasapun mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Raksasa pun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut terus melilit tubuhnya. Tetapi akhirnya si raksasa berhasil bebas juga, dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun emas menaburkan kantong kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.

       Kemudian timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu hutanpun menjadi lautan luas. Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si raksasa. Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika itu terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, dan si raksasa tercebur di dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.

Timun Emas mengucap syukur kepada Tuhan YME, karena sudah diselamatkan dari raksasa yang kejam. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan damai.


Amanat:
Setiap mengambil keputusan harus dipikirkan dahulu dampak yang akan terjadi, dan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya juga setiap kesabaran pasti akan membuahkan hasil yang baik.

Malin Kundang


Sinopsis:
Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.


Cerita:
Pada suatu waktu, di desa terpencil ada sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Ayah Malin tidak pernah kembali ke kampung halamannya sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.

Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.

Karena merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Malin memutuskan untuk pergi merantau agar dapat menjadi kaya raya setelah kembali ke kampung halaman kelak.

Awalnya Ibu Malin Kundang kurang setuju, mengingat suaminya juga tidak pernah kembali setelah pergi merantau tetapi Malin tetap bersikeras sehingga akhirnya dia rela melepas Malin pergi merantau dengan menumpang kapal seorang saudagar. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang beruntung, dia sempat bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu sehingga tidak dibunuh oleh para bajak laut.

Malin Kundang terkatung-katung di tengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan tenaga yang tersisa, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang melihat kedatangan kapal itu ke dermaga melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya, Malin Kundang beserta istrinya.

Ibu Malin pun menuju ke arah kapal. Setelah cukup dekat, ibunya melihat bekas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. ‘Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?’, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi melihat wanita tua yang berpakaian lusuh dan kotor memeluknya, Malin Kundang menjadi marah meskipun ia mengetahui bahwa wanita tua itu adalah ibunya, karena dia malu bila hal ini diketahui oleh istrinya dan juga anak buahnya.

Mendapat perlakukan seperti itu dari anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Ditengah kekacauan itu, diwaktu yang sama dan tempat yang lain ibu Malin Kundang sedang berdoa. Karena kemarahannya yang memuncak, ia pun berteriak ‘Tuhan! Jika benar ia Malin anakku, KUKUTUK DIA JADI BATU!’

Tepat setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Sampai saat ini Batu Malin Kundang masih dapat dilihat di sebuah pantai bernama pantai Air Manis, di selatan kota Padang, Sumatera Barat.


Amanat:
Janganlah engkau durhaka kepada orangtua, terutama kepada ibu sendiri. Karena ibulah yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Dan sesungguhnya, syurga itu berada ditelapak kaki ibu.

Lutung Kasarung

Sinopsis:

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. ‘Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,’ gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. ‘Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !’ ujar Purbararang.





Cerita:

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.



Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari. Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.



Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.



       Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.



       Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.



       Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.



       Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.



      Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.



     “Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.



     Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.



Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.



Amanat:

Jangan bersikap iri hati kepada orang lain, terlebih kepada adik kandung sendiri, apalagi iri terhadap kecantikkannya. Seharusnya, sesama saudara kandung harus saling sayang-menyayangi. Jangan mudah tergiur dengan gelar atau tahta. Karena, gelar atau tahta bukanlah segala-galanya. Penampilan dan kecantikan pun bukan hal terpenting. Yang terpenting adalah kebaikan dan kecantikan yang terpancar dari hati kita sendiri. :)


Kancil si Pencuri Ketimun

Sinopsis:
Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buahbuahan yang ada di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia pasti marah kalau melihat kejadian ini. Si Kancil nakal sekali, ya? ‘Hmm, sedap sekali,’ kata Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang kekenyangan. ‘Andai setiap hari pesta seperti ini, pasti asyik.’ Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. ‘Oahem, aku jadi kepingin tidur lagi,’ kata Kancil sambil menguap. Akhirnya binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara dengkurannya. Krr... krr... krrr...


Cerita:
Siang itu panas sekali. Matahari bersinar garang. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang. Tiba-tiba saja mimpi indahnya terputus. ‘Tolong! Tolong!’ terdengar teriakan dan jeritan berulang-ulang. Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang berlari-lari. ‘Ada apa, sih?’ kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat untuk dibuka karena masih mengantuk. Di kejauhan tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya. ‘Kebakaran! Kebakaran!’ teriak Kambing.’ Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan!’ Memang benar. Asap tebal membubung tinggi ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit dan berlari mengikuti teman-temannya.

Kancil terus berlari. Wah, cepat juga larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari cepat. Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh, meninggalkan teman-temannya. ‘Aduh, napasku habis rasanya,’ Kancil berhenti dengan napas terengah-engah, lalu duduk beristirahat. ‘Lho, di mana binatang-binatang lainnya?’ Walaupun Kancil senang karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa takut. ‘Wah, aku berada di mana sekarang? Sepertinya belum pernah ke sini.’ Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya. ‘Waduh, aku tersesat. Sendirian lagi. Bagaimana ini?’ Kancil semakin takut dan bingung. ‘Tuhan, tolonglah aku.’
Kancil terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir hutan. Ia melihat sebuah ladang milik Pak Tani. ‘Ladang sayur dan buah-buahan? Oh, syukurlah. Terima kasih, Tuhan,’ mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh dengan sayur dan buah-buahan yang siap dipanen. ‘Wow, asyik sekali! Kebetulan nih, aku haus dan lapar sekali,’ kata Kancil sambil menelan air liurnya. ‘Tenggorokanku juga terasa kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah.’

Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buah-buahan yang ada di lading. ‘Hmm, sedap sekali,’ kata Kancil sambil mengusap-usap perutnya yang kekenyangan. ‘Andai setiap hari pesta seperti ini, pasti asyik.’ Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. ‘Oahem, aku jadi kepingin tidur lagi,’ kata Kancil sambil menguap. Akhirnya binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara dengkurannya. Krr... krr... krrr...

Ketika bangun pada keesokan harinya, Kancil merasa lapar lagi. ‘Wah, pesta berlanjut lagi, nih,’ kata Kancil pada dirinya sendiri. ‘Kali ini aku pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada buah timun kesukaanku.’ Maka Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas itu. ‘Wow, itu dia yang kucari!’ seru Kancil gembira. ‘Hmm, timunnya kelihatan begitu segar. Besar-besar lagi! Wah, pasti sedap nih.’ Kancil langsung makan buah timun sampai kenyang. ‘Wow, sedap sekali sarapan timun,’ kata Kancil sambil tersenyum puas. Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon rindang untuk beristirahat.

Pak Tani terkejut sekali ketika melihat ladangnya. ‘Wah, ladang timunku kok jadi berantakan-begini,’ kata Pak Tani geram. ‘Perbuatan siapa, ya? Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?’ Ladang timun itu memang benar-benar berantakan. Banyak pohon timun yang rusak karena terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun yang berserakan di tanah. ‘Hm, awas, ya, kalau sampai tertangkap!’ omel Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya. ‘Panen timunku jadi berantakan.’ Maka seharian Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya yang berantakan.

Dari tempat istirahatnya, Kancil terus memperhatikan Pak Tani itu. ‘Hmm, dia pasti yang bernama Pak Tani,’ kata Kancil pada dirinya sendiri. ‘Kumisnya boleh juga. Tebal, hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi... hi... hi....’ Sebelumnya Kancil memang belum pernah bertemu dengan manusia. Tapi dia sering mendengar cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya. ‘Aduh, Pak Tani kok lama ya,’ ujar Kancil. Ya, dia telah menunggu lama sekali. Siang itu Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun yang segar itu. Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul keranjang berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil panennya jadi berkurang. Dan waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang berantakan. ‘Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu,’ Kancil bangkit dan berjalan ke ladang. Binatang yang nakal itu kembali berpesta makan timun Pak Tani.

Keesokan harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi. ‘Benar-benar keterlaluan!’ seru Pak Tani sambil mengepalkan tangannya. ‘Ternyata tanaman lainnya juga rusak dan dicuri.’ Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si pencuri. ‘Hmm, pencurinya pasti binatang,’ kata Pak Tani. ‘Jejak kaki manusia tidak begini bentuknya.’ Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si pencuri. ‘Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya!’ Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang. Setiba di rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang menyerupai manusia. Lalu dia melumuri orang-orangan ladang itu dengan getah nangka yang lengket!

Pak Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu dipasangnya di tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar tertiup angin. Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani. ‘Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi,’ ucap Kancil, yang melihat dari kejauhan. ‘Ia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya diam saja, dan Pak Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?’ Lama sekali Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan. ‘Ah, lebih baik aku ke sana,’ kata Kancil memutuskan. ‘Sekalian minta maaf karena telah mencuri timun Pak Tani. Siapa tahu aku malah diberinya timun gratis.’ ‘Maafkan saya, Pak,’ sesal Kancil di depan orangorangan ladang itu. ‘Sayalah yang telah mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah, kan?’ Tentu saja orang-orangan ladang itu tidak menjawab. Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orang-orangan itu tetap diam. Wajahnya tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil. ‘Huh, sombong sekali!’ seru Kancil marah. ‘Aku minta maaf kok diam saja. Malah tersenyum mengejek. Memangnya lucu apa?’ gerutunya. Akhirnya Kancil tak tahan lagi. Ditinjunya orangorangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua tangannya melekat erat di tubuh boneka itu. ‘Lepaskan tanganku!’ teriak Kancil jengkel. ‘Kalau tidak, kutendang kau! ‘ Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh orang-orangan itu. ‘Aduh, bagaimana ini?’

Sore harinya, Pak Tani kembali ke ladang. ‘Nah, ini dia pencurinya! ‘ Pak Tani senang melihat jebakannya berhasil. ‘Rupanya kau yang telah merusak ladang dan mencuri timunku.’ Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil. ‘Katanya kancil binatang yang cerdik,’ ejek Pak Tani. ‘Tapi kok tertipu oleh orang-orangan ladang. Ha... ha... ha.... ‘ Kancil pasrah saja ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang ayam. Tapi Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate. ‘Aku harus segera keluar malam ini juga’ tekad Kancil. Kalau tidak, tamatlah riwayatku. ‘ Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur, Kancil memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. ‘Ssst... Anjing, kemarilah,’ bisik Kancil. ‘Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan baru Pak Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di rumah Pak Lurah. Asyik, ya?’ Anjing terkejut mendengarnya. ‘Apa? Aku tak percaya! Aku yang sudah lama ikut Pak Tani saja tidak pernah diajak pergi. Eh, malah kau yang diajak.’ Kancil tersenyum penuh arti. ‘Yah, terserah kalau kau tidak percaya. Lihat saja besok! Aku tidak bohong! ‘ Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta agar Kancil membujuk Pak Tani untuk mengajakn-ya pergi ke pesta. ‘Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani,’ janji Kancil. ‘Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam. Bagaimana?’ Anjing setuju dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu kandang, dan masuk. Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang. ‘Terima kasih,’ kata Kancil sambil menutup kembali gerendel pintu. ‘Maaf Iho, aku terpaksa berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan tolong sampaikan maafku padanya.’ Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya ketika Kancil sudah menghilang.

Kancil yang cerdik, temyata mudah diperdaya oleh Pak Tani. Itulah sebabnya kita tidak boleh takabur.


Amanat:
Jangan suka takabur dengan apa yang kita perbuat.